BURUKNYA SIFAT EGOIS
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata egois, yaitu orang-orang yang mementingkan dirinya sendiri. Tidak peduli akan orang lain dan masyarakat sekitar. Dalam refrensi yang lain, kata egois berari tingkah laku yang didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri daripada untuk kesejahteraan orang lain atau segala perbuatan atau tindakan selalu disebabkan oleh keinginan untuk menguntungkan dirinya sendiri.
Ketika ada orang yang lebih mementingkan dirinya sendiri ketimbang orang
lain, secara tidak langsung kita mengungkapkan kata egois kepada orang
tersebut. Dan begitu juga ketika ada orang yang ingin selalu menang sendiri
kita sebut orang tersebut dengan ungkapan yang sama. Pernahkah kita melakukan tindakan yang
menurut orang lain itu egois? Padahal dalam diri kita sendiri, tindakan itu
sama sekali tidak ada unsur egoisnya sama sekali, malah tindakan itu adalah
tindakan yang terbaik menurut pendapat kita.
Keegoisan itu seringkali menjadikan pelakunya dibenci dan tidak disukai
oleh orang lain. Bahkan tak sedikit yang memusuhinya. Ketika belum lama
berteman, sifat keegoisannya belum kelihatan, tetapi setelah ia tahu bahwa
temannya itu memiliki sifat egois, bisa jadi ia akan menjaga jarak atau memilih
tidak menjadi temannya lagi. Ada juga yang berakhir dengan adanya permusuhan.
Selain itu, coba kita pikirkan ketika sifat keegoisan tumbuh dalam
sebuah rumah tangga, dan masih menjadi pengantin baru, yang mulanya belum tau
diantara mereka siapa yang memiliki sifat egois dan seiringnya waktu diantara
mereka pasti keliatan siapa yang mempunyai sifat egois. Jika kita tidak pintar
dalam menyikapinya bisa dipastikan hubungannya tidak bertahan lama, dan
berakhir dengan perceraian hanya kerena sifat egois.
Pernakah Rosullah bersikap egois?
Semua manusia pasti pernah egois, tetapi dalam perakteknya kadang kita
tidak sadar dalam melakukannya. Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh
Ibnu Jarir Ath-Thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang
diterima dari Ibnu Abbas:
“Rasulullah menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu Utbah bin
Rabi’ah, Abu Jahal dan Abbas bin Abdul Muthalib dengan maksud memberi
keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam agar mereka sudi beriman. Di
waktu itu masuklah seorang laki-laki buta, yang dikenal namanya dengan Abdullah
bin Ummi Maktum.
Dia masuk ke dalam majlis dengan tangan meraba-raba. Sejenak Rasulullah
terhenti bicara, Ummi Maktum memohon kepada Nabi agar diajarkan kepadanya
beberapa ayat Al-Qur’an. Mungkin karena terganggu sedang menghadapi
pemuka-pemuka itu, terlihatanlah wajah beliau masam menerima permintaan Ibnu
Ummi Maktum itu, sehingga perkataannya itu seakan-akan tidak beliau dengarkan
dan beliau terus juga menghadapi pemuka-pemuka Quraisy tersebut. Akhirnya Allah
menurunkan surat ‘Abasa [80] : yang artinya :
Artinya : Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
karena telah datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa) dan dia (ingin) mendapatkan pengajaran yang
member manfaat kepadanya. (Qs. ‘Abasa [80] : 1-4)
Setelah ayat itu turun, sadarlah Rasulullah akan kekhilafannya itu. Lalu segera beliau hadapilah Ibnu
Ummi Maktum dan beliau perkenankan apa yang dia minta dan dia pun menjadi
seorang yang sangat disayangi oleh Rasulullah. Allah begitu halus mengingatkan Rasulullah ketika beliau sedikit
saja melakukan kesalahan karena menurut Rasulullah melobi para pembesar Quraisy
lebih penting dibandingkan dengan Ummi Maktum.
Darisitu kita bisa mendiskripsikan bahwa sifat mementingkan diri sendiri
itu sangatlah tidak baik, karna manusia adalah mahluk soaial yang harus
mementingkan dirinya sendiri dan mementingkan orang lain.