Hari Arafah yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah setiap tahun merupakan salah satu hari yang paling utama sepanjang tahun. Bahkan dalam madzhab Syâfi’i disebutkan bahwa jika ada orang yang mengatakan, ‘Isteri saya jatuh talak pada hari paling utama’, maka talak tersebut jatuh pada hari Arafah.[1] Keistimewaan hari ini berdasarkan pada dalil umum dan khusus.
Dalil umum yaitu hadits Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ ». فقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ؟ قَالَ: “وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ”.
Tidak ada hari-hari di mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada hari–hari yang sepuluh ini”. Para sahabat bertanya, “Tidak juga jihad di jalan Allâh ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allâh, kecuali orang yang keluar mempertaruhkan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatupun.” [HR al-Bukhâri no. 969 dan at-Tirmidzi no. 757, dan lafazh ini adalah lafazh riwayat at-Tirmidzi]
Maksudnya adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah yang merupakan rangkaian hari paling utama sepanjang tahun. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Siang hari sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah lebih utama daripada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhân, dan malam sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama daripada malam sepuluh hari pertama Dzulhijjah.”[2]
Hadits ini menunjukkan disyariatkannya memperbanyak amal saleh di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan hari Arafah termasuk di dalamnya.
Adapun dalil khusus yang menunjukkan keistimewaan hari Arafah di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Di Hari Ini
Allâh Azza Wa Jalla Paling Banyak Membebaskan Manusia Dari Neraka.
Ibunda kaum mukminin, Aisyah Radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ ؟
Tidak ada hari di mana Allâh Azza wa Jalla membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu membanggakan mereka di depan para malaikat dan berkata: Apa yang mereka inginkan?” [HR. Muslim no. 1348]
Maksudnya, tidak ada yang mendorong mereka untuk meninggalkan negeri, keluarga dan kenikmatan mereka (untuk menunaikan ibadah haji-red) kecuali ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla dan pencarian ridhanya. [3]
2. Doa Di Hari Arafah Adalah Doa Terbaik.
Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Baca Juga Umrah dan Haji Sebagai Penebus Dosa
خَيْرُ الدُّعاءِ دُعاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَناَ وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبْلِيْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baik ucapan yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah La ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syaiin qadir.” [HR. at-Tirmidzi no. 3585, dihukumi shahih oleh al-Albani]
3. Wukuf Di Arafah Merupakan Rukun Haji Yang Paling Pokok.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh sekelompok orang dari Nejed tentang haji, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
الْحَجُّ عَرَفَةُ
Haji itu adalah Arafah.
[HR. at-Tirmidzi no. 889, an-Nasâ’i no. 3016 dan Ibnu Mâjah no. 3015 , dihukumi shahih oleh al-Albâni]
Maksud hadits ini adalah bahwa wukuf di Arafah merupakan tiang haji dan rukunnya yang terpenting. Barang siapa meninggalkannya, maka hajinya batal, dan barangsiapa melakukannya, maka telah aman hajinya.[4]
4. Puasa Di Hari Arafah Memiliki Keutamaan Yang Besar.
Puasa sehari ini menghapuskan dosa dua tahun, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Qatâdah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
Puasa hari Arafah aku harapkan dari Allâh bisa menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya. [HR. Muslim no. 1162]
Demikianlah, dalil-dalil ini cukup untuk menunjukkan keistimewaan hari Arafah. Tidak hanya untuk para jamaah haji yang di hari itu memiliki agenda wukuf di Arafah, kaum Muslimin yang lain juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendulang pahala dan ampunan dari Sang Maha Pengampun. Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan karunia-Nya kepada kita.
DO’A HARI ARAFAH
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allâh semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan semesta dan bagi-Nya segala puji. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي
Sebaik-baik doa adalah doa di hari Arafah. Dan sebaik-baik yang aku ucapkan dan juga para nabi sebelumku adalah: … Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan doa atau dzikir di atas. [HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu]
Baca Juga Haji dan Tawakkal
Dzikir atau doa di atas adalah sebaik-baik yang diucapkan para Nabi. Ini menunjukkan keutamaan kalimat tauhid di atas. Juga menunjukkan bahwa di antara waktu utama yang harus manfaatkan dengan baik oleh seorang Muslim untuk berdoa adalah hari Arafah. Ia adalah hari yang penuh keutamaan yang dikabulkan doa, diampuni dosa, dan digugurkan berbagai kesalahan pada waktu tersebut [Fiqhul Ad’iyah wal Adzkâr, 1/174, 2/102]
Dalam hadits dari lafaz Imam Ahmad, hal ini ditegaskan dengan jelas. Dalam riwayat itu disebutkan, “Kebanyakan doa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Arafah adalah :
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ath-Thabrani dalam kitab Ad-Du’â: Yang paling utama yang aku katakan dan para nabi pada sore hari Arafah adalah…..
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Imam Syaukani rahimahullah berkata : Lafaz ini tegas menyebutkan bahwa kebanyakan doa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Arafah adalah ucapan dzikir tersebut. Bisa jadi dzikir ini dikatakan agak musykil, yaitu bahwa dzikir ini tidak terkandung kandungan doa di dalamnya. Yang ada hanyalah tauhid dan sanjungan untuk Allâh saja. Mengenai hal ini, Sufyan bin Uyainah rahimahullah ditanya mengenai hal ini. Beliau rahimahullah menjawab dengan menyitir untaian syair, di mana penyair bermaksud meminta pemberian tanpa harus menyebutkan hajatnya. Namun cukup dengan menyanjung saja:
Apakah aku harus menyebut keperluanku, ataukah cukup bagiku mengandalkan sifat malumu. Karena tabiatmu adalah bahwa engkau seorang yang pemalu
Bila pada suatu ketika seseorang menghaturkan sanjungan kepadamu pujian pun telah mencukupinya dari menyampaikan akan maksudnya
Imam Nawawi
rahimahullah mengatakan bahwa disukai untuk memperbanyak dzikir ini dan doa,
serta bersungguh-sungguh dalam melakukannya. Karena hari tersebut adalah hari
paling utama sepanjang tahun untuk berdoa. Ia adalah amalan haji yang paling
dominan, tujuan utama dan yang menjadi penentu. Sehingga sudah seyogyanya
seseorang mengupayakan semaksimal mungkin dalam berdzikir, berdoa, membaca
al-Quran, dan agar ia berdoa dengan berbagai macam doa. Ia berdzikir dengan
berbagai dzikir. Berdoa untuk dirinya dan berdzikir di semua tempat. Ia berdoa
sendiri-sendiri bersama orang-orang. Ia berdoa untuk dirinya, dua orang tua,
kerabat, para guru, sahabat, teman, orang yang dicinta, dan semua orang yang
pernah berbuat baik kepadanya serta semua Muslimin. Hendaknya ia berhati-hati
agar tidak menyepelekan dalam hal itu semua. Karena hari ini tidak mungkin
untuk dikembalikan kembali (bila luput darinya)… [Al-Adzkâr 1/228]