Dalam dunia yang serba cepat dan berubah, kesopanan seringkali terabaikan. Meskipun konsep sopan santun adalah hal yang sederhana, namun implementasinya seringkali sulit di tengah kesibukan modern. Bahkan di kalangan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, seringkali kurangnya etika sosial menjadi suatu ironi. Berikut bahasa Bawean yang dikenal dengan bahasa yang sopan/halus:
Iya: Engghi
Tidak Ada: Sobung
Siapa: Sera
Dimana: Enape
Mau Kemana: Kanapea
Kamu: Ghinto/Sampean
Kata Ustadz: Caepon Ustadz
Disini: Edinto
Saya: Bule
Mau Kesini: Ka Entoa
Silahkan: Neddhe
Makan: Madheng
Makanan: Pappadhengan
Tidak: Enten/Empon
Saya Gak Mau: Empon
Pulang: Paleman
Begini: Mento
Saja: Saos
Juga: Jhughen
Kenapa: Anape
Sekarang: Mengken
Minta: Nyato
Ini: Ento
Rumah: Compok
Gaktau: Korang Oneng
Gaktau Juga Saya: Korang Oneng Jhughen Bule
Gak Nyaman Makan: Korang Napso Madheng
Tahu: Oneng
Namun, di tengah kekosongan ini, sekolah dapat menjadi panggung utama pembentukan karakter. Pendidikan tidak hanya seharusnya mengajarkan pengetahuan akademis, tetapi juga nilai-nilai etika dan kesantunan. Keseimbangan antara kecerdasan dan etika sosial adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik di masa depan.
Mari kita jadikan pendidikan etika sebagai inti dari proses belajar. Dengan memahami dan menerapkan kesantunan dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menciptakan masyarakat yang cerdas dan penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan. Melalui tindakan sopan dan penghargaan, kita dapat menjadi agen perubahan positif yang menginspirasi orang lain.
Setiap kata dan tindakan sopan yang kita pilih membawa dampak besar. Kita, sebagai individu, memiliki peran penting dalam membentuk dunia yang lebih baik. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang penuh kasih, kesantunan, dan inspirasi bagi generasi yang akan datang.