Jika engkau seorang murid, maka beradablah kepada gurumu dengan
adab yang mulia. Adab-adab tersebut adalah:
Mendahului salam
dan penghormatan kepadanya, tidak banyak berbicara di hadapannya, tidak
berbicara sebelum gurumu bertanya dan tidak bertanya sebelum mohon izin darinya.
Tidak menyampaikan
sesuatu yang menentang pendapatnya atau menukil pendapat ulama’ lain yang
berbeda dengannya, tidak mengisyaratkan sesuatu yang berbeda dengan pendapatnya
sehingga engkau merasa lebih benar darinya.
Tidak
bermusyawarah dengan dengan seseorang di hadapannya dan tidak banyak menoleh ke
berbagai arah, tetapi sebaiknya engkau duduk di hadapannya dengan menundukkan
kepala, tenang, penuh adab seperti saat engkau melakukan shalat.
Tidak banyak
bertanya kepadanya saat dia Lelah atau sedang susah, ikut berdiri ketika ia
berdiri, tidak meneruskan perkataan atau pertanyaan saat dia bangun dari duduk,
tidak bertanya ketika ia di jalan sebelum sampai di rumah, tidak berburuk
sangka kepada guru dalam tindakannya yang engkau anggap mungkar secara lahir,
karena dia pasti lebih memahami rahasia-rahasia dirinya sendiri.
Hendaknya engkau
mengingat kisah Nabi Musa alaihis salam saat berguru kepada Nabi Khidir alaihis
salam dan saat Nabi Musa melakukan kesalahan dengan ingkar kepadanya kepadanya
hanya karena berdasar kepada hukum zhahir.
Allah Menukil ucapan Nabi Musa kepada Nabi Khidir dalam firmannya:
أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا
Artinya:
“Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan
penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” (QS.
Al-Kahf/18:71).
(Nabi Musa Alaihissalam dianggap salah dalam ingkarnya karena berpegang
pada hukum yang zhahir).
Wallahu A’lam…