Abu Nawas dikenal sebagai penyair besar dalam tradisi sastra Arab
yang memiliki gaya humoris, satir, namun juga penuh hikmah dalam beberapa
karyanya. Meskipun ia terkenal dengan puisinya yang jenaka dan kadang dianggap
sebagai simbol kebebasan hidup, Abu Nawas juga menulis banyak syair yang
menggambarkan penyesalan, taubat, dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
Salah satu puisinya yang terkenal dalam konteks mendekatkan diri
kepada Allah adalah syair tentang taubat. Berikut salah satu penggalannya yang
penuh dengan makna spiritual:
Tuhanku, aku bukanlah ahli surga,
Namun aku tidak kuat di dalam neraka,
Maka terimalah taubatku,
Dan ampunilah dosaku,
Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa-dosa besar.
Dosaku bagaikan jumlah pasir di pantai,
Maka terimalah taubatku, wahai Pemilik Kebesaran,
Hidupku di dunia ini sangatlah gelisah,
Aku berlindung kepada-Mu dari apa yang kutakutkan.
Syair ini menunjukkan betapa Abu Nawas merasakan kerendahan hatinya
di hadapan Allah, penuh kesadaran akan dosa-dosanya, namun tetap berharap akan
kasih sayang dan ampunan Allah. Ini menggambarkan sisi spiritual Abu Nawas yang
jarang terlihat dalam syair-syair jenakanya, tetapi sangat menyentuh dalam
konteks mendekatkan diri kepada Tuhan.
Pesannya adalah bahwa siapa pun, seberapa pun besar dosanya, dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan tulus dan rendah hati. menyelami makna yang lebih mendalam:
Tuhanku, aku bukanlah sosok yang
layak menduduki surga-Mu,
Namun, aku pun tak mampu menanggung
api neraka-Mu yang dahsyat,
Maka, dengan segala kerendahan jiwa,
aku datang kepada-Mu memohon ampun,
Limpahkanlah kasih-Mu, sebagaimana
Engkau telah menjanjikan ampunan-Mu bagi hamba-hamba yang lemah.
Engkau Maha Pengampun, Penguasa atas
segala dosa,
Tiada jumlah yang dapat mengukur
kesalahan yang telah kulakukan,
Namun, kasih sayang-Mu melampaui
segalanya, melampaui batas yang dapat kuukur.
Dosaku, wahai Tuhan, seperti butiran
pasir yang tak terhitung,
Tetapi harapanku pada ampunan-Mu
lebih besar dari lautan yang memeluk pantai.
Kehidupan ini hanyalah hembusan
angin yang menggelisahkan hati,
Aku tersesat di antara keinginan
dunia dan ketakutan akan hari penghakiman-Mu,
Namun kepada-Mu jua aku berpaling,
Aku berlindung dalam pelukan cinta
dan kasih-Mu yang tak terbatas.
Engkaulah yang membimbingku, yang
menuntunku,
Wahai Pemilik Kebesaran dan
Keagungan,
Jangan biarkan aku tersesat jauh
dari jalan-Mu,
Meski aku penuh dosa, pintu
ampunan-Mu selalu terbuka,
Dan di sanalah aku mengetuk,
Dengan hati yang hancur, aku memohon
belas kasih-Mu.