Sujud, Air Mata, dan Cahaya Ramadan

 


Ramadan adalah sajak cinta dari langit, turun menyapa bumi yang haus akan pengampunan. Ia hadir membawa lentera, mengajak setiap hati yang letih agar bersimpuh dalam cahaya.


Di bawah naungan fajar yang basah, kita belajar tentang lapar yang menyucikan, tentang dahaga yang menumbuhkan sabar, tentang diam yang melahirkan zikir. Setiap detik yang berlalu adalah pintu yang terbuka, mengundang langkah-langkah taubat untuk kembali kepada-Nya.


Ramadan adalah puisi sunyi, di mana dosa-dosa berjatuhan bersama tangisan yang mengalir pelan di sepertiga malam. Di hamparan sajadah, kita ukir doa-doa dengan tinta air mata, berharap nama kita disebut oleh-Nya di langit tinggi.


Wahai hati, jangan sekadar menjalani. Rasakan, resapi, dan hayati setiap detik Ramadan sebagai jembatan menuju keabadian. Sebab di balik lapar yang kita tanggung, ada cinta Allah yang sedang menyapa. Di balik dahaga yang kita tahan, ada ampunan-Nya yang sedang mendekat.


Malam-malam Ramadan adalah permadani cahaya. Langitnya penuh doa yang melayang, bumi-Nya dipenuhi hamba yang bersujud panjang. Siapakah yang tak ingin menjadi bagian dari mereka yang dipeluk oleh rahmat-Nya?


Wahai jiwa yang merindu ampunan, inilah saatnya. Inilah bulan ketika cinta seorang hamba diuji, ketika rindu seorang pendosa dibuktikan, dan ketika pintu taubat dibuka selebar-lebarnya.


Mari berlari menuju-Nya, menggenggam Ramadan seerat-eratnya. Semoga saat fajar Idul Fitri menyapa, kita telah lahir kembali — suci, bersih, dan dicintai oleh-Nya.

 WALLAHU A'LAM

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post