Ramadhan dan Janji yang Selalu Aku Ingkari

 

Ramadhan datang lagi.

 

Langitnya masih sama, bulan purnamanya masih indah.

 

Tapi aku, aku masih seperti dulu—penuh niat, tapi lemah dalam tindakan.

 

Setiap tahun aku berjanji: akan lebih khusyuk dalam shalat, akan lebih dekat dengan Al-Qur’an, akan lebih sedikit mengeluh.

 

Tapi setiap tahun juga aku tersandung di titik yang sama.

 

Masih sibuk dengan urusan dunia, masih menunda kebaikan, masih kalah dengan rasa malas.

 

Dulu, waktu kecil, aku selalu senang ketika Ramadhan tiba.

 

Sahur terasa spesial, berbuka terasa nikmat, tarawih terasa menyenangkan meski kaki pegal berdiri lama.

 

Tapi sekarang?

 

Aku lebih sibuk memikirkan apa yang akan dimakan saat berbuka, daripada apa yang akan aku bawa sebagai bekal ke akhirat.

 

Aku lebih sering mengeluh tentang rasa lapar, daripada bersyukur karena masih diberi kesempatan merasakannya.

 

Ramadhan ini aku takut.

 

Takut kalau lagi-lagi aku hanya melewatinya tanpa benar-benar merasakan keberkahan di dalamnya.

 

Takut kalau Ramadhan ini datang hanya untuk menyaksikan aku tetap sama—sibuk dengan dunia, lalai dalam ibadah.

 

Padahal, aku tahu…

 

Ramadhan bukan hanya soal menahan lapar.

 

Bukan hanya soal menunggu adzan maghrib.

 

Tapi tentang bagaimana aku memperbaiki hati, tentang bagaimana aku kembali pada-Nya dengan ketulusan yang selama ini aku abaikan.

 

Ya Allah…

 

Jangan biarkan aku menjauh lagi.

 

Jangan biarkan Ramadhan ini berlalu tanpa aku berubah.

 

Aku ingin kembali, aku ingin benar-benar pulang.

Post a Comment

Previous Post Next Post