Halal
Bihalal adalah tradisi khas Indonesia yang dilakukan setelah Hari Raya
Idulfitri. Secara sederhana, ini adalah momen saling bermaafan dan mempererat
hubungan antarsesama, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, instansi, hingga
pemerintahan.
Secara
bahasa, istilah "halal bihalal" berasal dari dua kata Arab, halal
(yang diperbolehkan) dan pengulangan kata tersebut sebagai bentuk ta’lil
(penjelasan). Namun, istilah ini bukan bagian dari kosa kata asli Arab. Ia
lahir sebagai kearifan lokal bangsa Indonesia dalam menjembatani hubungan
antarmanusia pasca-Ramadan.
Asal-usul
dan Sejarah
Tradisi
Halal Bihalal pertama kali dipopulerkan oleh Presiden Soekarno pasca
kemerdekaan. Saat itu, kondisi politik Indonesia penuh gejolak. Soekarno
meminta KH Wahab Hasbullah, tokoh NU, untuk mencari cara mempertemukan
tokoh-tokoh bangsa dalam suasana damai. Maka dicetuskanlah ide "Halal
Bihalal" sebagai forum silaturahmi nasional yang bisa diterima semua
pihak. Sejak saat itu, Halal Bihalal menjadi tradisi tahunan yang terus hidup
hingga kini.
Makna
Spiritual dan Sosial
Halal
Bihalal bukan sekadar acara kumpul-kumpul. Ia mengandung nilai spiritual yang
mendalam:
Membersihkan
hati dari dendam, iri, dan kesalahpahaman.
Menyambung
kembali silaturahmi yang mungkin renggang.
Memperkuat ikatan ukhuwah, baik ukhuwah islamiyah (sesama muslim), wathaniyah (sebangsa), maupun insaniyah (sesama manusia).
Dalam
dunia yang semakin sibuk dan serba cepat, Halal Bihalal menjadi oase yang
mempertemukan hati-hati yang mungkin telah berjauhan. Ia bukan sekadar tradisi,
tapi bentuk nyata dari semangat memaafkan, memulai kembali, dan menjaga harmoni
antar manusia.